Suprapto Estede

Suprapto Estede

Thursday, November 27, 2014

Fakta dan Realita Dekadensi Moral di Kalangan Remaja

Berprestasi Dan Sukses Di Atas Pijakan Nilai-nilai Pancasila

Oleh: Suprapto Estede

Aktualisasi Nilai-nilai Pancasila

Pancasila adalah perjanjian luhur bangsa Indonesia yang merupakan kristalisasi nilai-nilai yang dimiliki oleh bangsa Indonesia, nilai-nilai mana telah diyakini kebenarannya dan berhasil menumbuhkan tekad pada bangsa ini untuk mengamalkannya dalam kehidupan nyata guna mewujudkan cita-cita bangsa, yakni terbentuknya sebuah bangsa yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur, di bawah limpahan rahmat dari Allah Yang Maha Kuasa.

Nilai-nilai yang luhur itu tentu harus terus menerus diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari oleh setiap anak bangsa ini, dipahami, dihayati dan diamalkan, bahkan juga dilestarikan dan diwariskan kepada generasi muda, penerus estafeta perjuangan dan masa depan bangsa. Pelajar dan remaja sebagai generasi muda penerus bangsa perlu secara berkesinambungan dan terprogram diberikan bekal pemahaman yang cukup mengenai nilai-nilai Pancasila ini melalui berbagai jalur pendidikan, baik informal (keluarga), formal (sekolah) maupun non formal (masyarakat).


Permasalahan Remaja

Remaja, anak usia antara 13-18 tahun, adalah anak usia pelajar sekolah menengah. Anak dalam usia masa transisi ini (dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa) sedang berada dalam masa pencarian identitas, mencari jati diri, masih labil dan sering tidak berhasil melalui proses yang sempurna. Apalagi kehidupan remaja sekarang ini berbarengan dengan terjadinya pergeseran nilai di tengah-tengah masyarakat sebagai dampak globalisasi dan era informasi, seiring dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kondisi demikian sering menjadi tidak kondusif bagi keberhasilan pendidikan pelajar dan remaja kita, terutama pada tataran afektif. Fakta yang tak dapat dipungkiri bahwa terjadinya dekadensi moral dan etika pada remaja (siswa) tidak terlepas dari pergeseran nilai yang terjadi di tengah-tengah masyarakat itu.

Fenomena dekadensi moral atau kemerosotan akhlak remaja memang bukan hal yang baru terjadi akhir-akhir ini. Sudah sejak lama para pakar baik pakar hukum, psikolog, pakar agama dan lain sebagainya selalu mengupas masalah yang tak pernah ada habisnya ini. Kenakalan Remaja, seperti sebuah lingkaran hitam yang tak pernah putus, sambung menyambung dari waktu ke waktu, dari masa ke masa, tetapi yang terjadi sekarang ini justru semakin rumit. Masalah kenakalan remaja merupakan masalah kompleks yang terjadi di berbagai kota di Indonesia. Sejalan dengan arus informasi yang semakin mudah diakses serta gaya hidup modernisasi, disamping memberi manfaat dapat mengetahui berbagai informasi, di sisi lain juga membawa dampak negatif yang cukup meluas, terutama dalam kehidupan remaja.

Permasalahan ini memang harus memperoleh perhatian yang sungguh-sungguh dan segera, karena kelalaian terhadap masalah ini dapat berdampak serius pada pencapaian tujuan bangsa, bahkan pada eksistensi bangsa ini. Kekuatan bangsa itu sangat dipengaruhi oleh kekuatan moral atau akhlak anak bangsanya. Sejarawan Arnold Toynbe, dalam risetnya telah berhasil membuktikan kebenaran tesis ini. Ia pernah meneliti lebih dari 21 peradaban yang hebat di dunia. Ternyata, diketahui 19 dari 21 peradaban itu musnah (runtuh). Ia runtuh bukan karena penaklukan dari luar (not by conquest from without), melainkan melalui kerusakan moral dari dalam (by moral decay from within). Maka, dekadensi moral dan krisis akhlak anak bangsa ini harus dan wajib dicegah sedini mungkin. Sedangkan terhadap remaja yang sudah jatuh kedalam dekadensi moral harus segera ditemukan solusi perbaikannya.

Beberapa Bentuk Dekadensi Moral

Ada beberapa bentuk dekadensi moral yang merupakan perilaku yang menyimpang dari norma-norma moral dan sosial, bahkan sampai pada penyimpangan terhadap norma-norma hukum, antara lain:
1. Bentuk-bentuk kenakalan biasa yang merupakan penyimpangan etika seperti pergi dari rumah tanpa pamit, suka keluyuran, berkelahi, menonton pornografi. Juga kenakalan anak-anak sekolah (pelanggaran terhadap tata tertib sekolah) seperti datang terlambat dan berbohong, suka membolos, corat coret dinding sekolah dan lain-lain.
2. Bentuk kenakalan yang menjurus kepada pelanggaran terhadap norma hukum seperti melanggar aturan lalu lintas (tidak memiliki SIM, tidak pakai helm, menerobos lampu merah, kebut-kebutan dan lain-lain), mengambil barang orangtua tanpa ijin, dan semacamnya.
3. Bentuk-bentuk kenakalan berat yang bersifat khusus seperti miras dan penyalahgunaan narkotika dan obat terlarang (narkoba), pergaulan bebas (free sex), pemerkosaan, tawuran hingga terjadi penganiayaan dan pembunuhan, geng motor, dan lain-lain.

Pergaulan Bebas. Contoh gambaran buruk dekadensi moral pada remaja nampak dari hasil penelitian Rita Damayanti tentang perilaku pacaran remaja SLTA di Jakarta seperti berikut:


Gerakan moral Jangan Bugil di Depan Kamera (JBDK) juga mencatat adanya peningkatan secara signifikan peredaran video porno yang dibuat oleh anak-anak dan remaja Indonesia. Jika pada tahun 2007 tercatat “hanya” 500 jenis video porno asli produksi dalam negeri, maka pada tahun 2010 jumlah tersebut melonjak menjadi 800 jenis. Kondisi sekarang jauh lebih parah lagi. Fakta paling memprihatinkan dari fenomena di atas adalah kenyataan bahwa sekitar 90 persen dari video tersebut, pemerannya berasal dari kalangan pelajar dan mahasiswa.

Gaya hidup bebas (free life style) di kalangan remaja juga telah mengembang pada munculnya kondisi buruk lainnya seperti kehamilan di luar nikah, aborsi (pengguguran kandungan), dan terjerumus kedalam pelacuran (pekerja sex komersial).

Penyalahgunaan Narkoba. Penyalahgunaan narkoba di kalangan remaja juga semakin memprihatinkan, BNN (Badan Narkotika Nasional) menemukan bahwa 50-60 persen pengguna narkoba di Indonesia adalah kalangan remaja yakni kalangan pelajar dan mahasiswa. Penyalahgunaan narkoba melalui jarum suntik juga terbukti telah mengakibatkan meningkatnya jumlah remaja yang terjangkit HIV/AIDS. Data kasus AIDS pada rentang usia 15-39 Tahun dari Kemenkes RI per Januari 2011 saja sudah menunjukkan fakta yang memprihatinkan.


Tawuran. Kenakalan remaja yang satu ini sekarang lagi naik daun. Tawuran pelajar seolah sudah menjadi bagian yang melekat pada perilaku pelajar. Meskipun sudah memakan banyak korban terluka bahkan terbunuh, kenakalan pelajar ini terus saja terjadi. Data dari komnas anak memperlihatkan, jumlah tawuran pelajar cenderung terus meningkat dari tahun ke tahun, baik kuantitas maupun kualitasnya.


Geng Motor. Aktivitas remaja yang menyimpang ini bahkan lebih buruk keadaan dan dampaknya. Perilaku anggota geng ini semakin brutal. Lembaga pengawas kepolisian Indonesia (Indonesia Police Watch - IPW) mencatat adanya tiga perilaku buruk geng motor ini, yaitu balapan liar, pengeroyokan dan judi berbentuk taruhan. Besarnya taruhan juga tak tanggung-tanggung, menurut data IPW, judi taruhan tersebut berkisar antara Rp.5 juta sampai 25 juta per sekali balapan liar. IPW juga mencatat aksi brutal yang dilakukan geng motor di Jakarta saja telah menewaskan sekitar 60 orang setiap tahunnya.

Penyebab Dekadensi Moral Remaja

Ada cukup banyak faktor yang menjadi penyebab terjadinya dekadensi moral di kalangan remaja, baik faktor dari remaja itu sendiri (internal) maupun faktor dari luar (eksternal). Faktor internal misalnya krisis identitas (perubahan biologis dan sosiologis pada diri remaja) dan kontrol diri yang lemah (tidak mampu mengembangkan kontrol diri untuk bertingkah laku sesuai dengan pengetahuannya), dan adanya masalah yang dipendam akibat perlakuan buruk yang pernah diterimanya. Sedangkan faktor eksternal antara lain: kurang merasakan kasih sayang dari orangtua/keluarga, kurang intensnya pengawasan dari orangtua, dampak negatif dari perkembangan teknologi khususnya teknologi komunikasi dan internet, kurang tersedianya media penyalur bakat/hobi remaja, keluarga broken home, pengaruh negatif dari teman bermain, dan utamanya juga kurangnya dasar-dasar pendidikan agama yang diterima dan dipahaminya.

Cara Mengatasinya

Apabila dicermati pegeseran nilai yang terjadi di kalangan remaja kita dewasa ini tentu sangat diharapkan andil lima kelompok masyarakat sebagai berikut.

Pertama: Orangtua. Orangtua merupakan pendidik pertama dan utama. Jika dilihat dalam perspektif Islam, maka peran orangtua adalah sentral bagi terbentuknya sikap dan perilaku anak, yang kelak menjadi remaja yang selanjutnya menjadi warga masyarakat. Artinya, pola didikan dan penanaman prinsip-prinsip etika dan budi pekerti yang menjadi acuan dan prinsip hidup orangtua sangat menentukan bagi terbentuknya sikap dan perilaku anak di manapun ia berada. Jika lingkup kehidupan orangtua cenderung permisif dengan berbagai hal yang kurang mendidik maka dipastikan anak yang menjadi peniru pertama dan utama dalam kehidupan keluarga akan tumbuh menjadi remaja yang permisif pula, dengan segala pola perilaku (baik dan buruk) yang berkembang, terutama di luar rumah. Dalam hal ini diharapkan, antara lain, orangtua dapat selalu memberikan perhatian dan kasih sayang kepada anaknya, menjadi tempat curhat yang nyaman sehingga masalah yang ada pada anak dapat segera terselesaikan. Orangtua juga perlu melakukan pengawasan yang intensif kepada anaknya, misalnya dalam pemanfaatan media komunikasi seperti televisi, internet, handphone, dan lain-lain. Orangtua juga perlu semaksimal mungkin mendukung bakat dan hobi anak yang bernilai positif. Dan yang utama, orangtua harus menanamkan dasar-dasar agama yang cukup kepada anak dan dilakukan sedini mungkin.

Kedua: Masyarakat. Agen kedua yang besar pengaruhnya terhadap pola etika dan moral remaja adalah masyarakat. Masayarakat dalam konteks ini adalah lingkungan di mana remaja hidup dan bergaul sehari-hari. Bila lingkungannya memberikan nilai-nilai yang baik dalam arti bahwa pola kehidupannya sarat dengan nilai pendidikan dan etika maka tentu akan mempengaruhi cara berpikir dan perilaku remaja ketika bergaul di luar lingkungannya. Demikian pula jika sebaliknya, tentu lambat laun akan berdampak negatif pada pola perilaku anak baik ketika berada di sekolah atau di tempat lain.

Ketiga: Guru. Sosok guru adalah anggota masyarakat yang paling sering disebut memiliki andil sangat vital dalam diskursus pergeseran nilai dan dekadensi moral di kalangan remaja usia sekolah. Memang posisi guru cukup dilematis karena mereka adalah tokoh sentral yang menjadi parameter dalam pola etika dan moral bagi remaja tersebut. Jika kita lihat dari sisi waktu (30% sehari) yang digunakan oleh guru untuk mendidik anak di sekolah tentu tidaklah arif jika kita mencoba menimpakan secara sepihak kemerosotan moral remaja kita saat ini kepada guru semata. Meski demikian, guru tetap dituntut untuk mencitrakan dirinya sebagai pribadi yang memiliki integritas, mandiri dan beretika tinggi sehingga pantas menjadi acuan atau tauladan baik bagi anak didiknya. Guru juga dituntut untuk lebih kreatif dalam menciptakan aktivitas-aktivitas yang menarik bagi pelajar di sekolah, yang dapat berdampak positif, terutama pada domein pembentukan sikap dan perilaku anak.

Keempat: Ulama. Para tokoh agama termasuk kelompok masyarakat yang memegang peran penting dalam menanamkan etika dan moral di tengah-tengah masyarakat secara umum. Dalam pandangan Islam, posisi ulama adalah posisi yang sangat mulia. Mereka adalah parameter anutan serta contoh bagi warga masyarakat.

Kelima: Pemerintah. Sebenarnya kunci dari segala perubahan yang terjadi, baik secara politis maupun sosial karena ia merupakan kelompok elit yang memegang kekuasaan, adalah pemerintah (dalam arti luas). Peran mereka sangat menentukan mengingat mereka yang membuat dan melaksanakan peraturan-peraturan hukum itu, dilengkapi dengan sanksi-sanksi yang bersifat mengikat. Masalahnya adalah, sejauh mana aturan-aturan itu telah mengakomodir kepentingan remaja khususnya remaja usia sekolah. Selain itu, tindakan seperti apa yang telah diambil oleh pemerintah dalam menghadapi tingkat degradasi moral dan etika remaja kita yang hampir sampai pada titik nadir.

Dalam situasi seperti sekarang ini dibutuhkan pemikiran-pemikiran jernih untuk menggali akar persoalan remaja yang telah menjadi benang kusut itu, upaya-upaya yang bijak dan arif dari semua kelompok masyarakat untuk mengambil tindakan yang tepat sangat mendesak diperlukan guna mengantisipasi semakin melebarnya pergeseran nilai itu di kalangan remaja kita, sebagai prioritas utama.

Demikianlah realita kehidupan remaja kita saat ini. Tentu, ini merupakan tantangan yang sangat berat bagi para orangtua, sekolah (guru), masyarakat, untuk dapat mencari strategi yang baik guna melindungi anak remaja kita dari dekadensi moral dan kenakalan remaja yang dapat merusak masa depan mereka. Khusus untuk para guru pendidikan agama, perlu lebih banyak memberikan pemahaman tentang akhlaqul karimah (moral dan budi pekerti yang mulia) dan nilai-nilai kesalehan sosial, disamping soal-soal fiqih. Juga para guru Pendidikan Pancasila dan Kewargaan Negara (PPKN) sangat perlu untuk lebih intensif menanamkan nilai-nilai luhur Pancasila kepada para siswa sehingga mereka memiliki kemampuan dan kemauan kuat dalam dirinya untuk selalu mengamalkannya dan memiliki ketahanan dan filter yang kokoh terhadap segala bentuk pengaruh negatif yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila.***

(Disajikan pada Seminar Guru dan Pelajar Tahun 2014 yang diselenggarakan oleh Bakesbangpol dan Linmas Kabupaten Bojonegoro, tanggal 26 Nopember 2014 di Griya Dharma Kusuma Bojonegoro.)

Sebaik-baik Manusia .....

Sebaik-baik Manusia .....