Suprapto Estede

Suprapto Estede

Thursday, May 8, 2008

Mensyukuri Nikmat Kebebasan

Dengan Memperkokoh Persatuan

Oleh: Suprapto Estede

Kita mesti selalu bersyukur bahwa Tuhan Yang Maha Kuasa telah berulangkali memberikan nikmat kebebasan atau kemerdekaan kepada kita bangsa Indonesia. Ketika pada 55 tahun yang lalu kita merdeka dari kolonialis Belanda dan Jepang, kita lupa mensyukurinya, sehingga kita jatuh ke masa kelam di era Orde Lama. Ketika sekali lagi kita merdeka dari cengkeraman Orde Lama, kita lalai bersyukur dan terjerembab ke dalam belenggu penguasa Orde Baru. Sekian kali kita berhasil keluar dari mulut harimau, sekian kali pula kita masuk kembali ke mulut buaya. Dan sekarang ini Tuhan kembali memberikan nikmat kemerdekaan itu kepada kita. Merdeka dari kelaliman penguasa di era Orde Baru. Akankah sejarah kelabu masa lalu kembali berulang? Mengapa kita belum juga mau bersyukur?

Salah satu wujud rasa syukur atas nikmat kemerdekaan itu, seharusnya kita selalu mengingat cita-cita bangsa kita mendirikan Republik ini, sebagaimana yang secara tegas telah tersurat didalam alinea II Pembukaan UUD 1945, yaitu untuk mewujudkan sebuah bangsa dan negara yang “merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur”. Dari rumusan cita-cita itu jelas bahwa kemerdekaan adalah jembatan atau pintu masuk untuk menggapai bangsa yang bersatu. Masyarakat yang adil dan makmur atau masyarakat yang sejahtera hanya akan mampu diwujudkan oleh bangsa yang berdaulat. Dan suatu bangsa akan memiliki kedaulatan dan menikmati kesejahteraan jika bersatu dan mampu memelihara persatuan. Bangsa yang berpecah-belah dan bercerai-berai terbukti tidak akan menjadi bangsa yang maju, sejahtera dan cerdas.



Kesadaran akan pentingnya persatuan itu juga sudah ada pada para tokoh pendiri Republik. Hal ini terbukti didalam rumusan pokok-pokok pikiran yang terkandung di dalam Pembukaan UUD 1945, sebagaimana termaktub di dalam Penjelasan tentang UUD Negara Indonesia. Dijelaskan bahwa dalam Pembukaan UUD diterima aliran pengertian negara persatuan, negara yang melindungi dan meliputi segenap bangsa seluruhnya. Jadi, negara mengatasi segala faham golongan, mengatasi segala faham perseorangan. Negara, menurut pengertian Pembukaan itu menghendaki persatuan, meliputi segenap bangsa Indonesia seluruhnya. Inilah suatu dasar negara yang tidak boleh dilupakan.

Memelihara dan memperkokoh persatuan itu menjadi bertambah penting dengan adanya realita bahwa masyarakat kita adalah masyarakat yang majemuk, yang pluralistik, yang beragam dan beraneka, terdiri dari banyak suku bangsa, adat istiadat, bahasa, agama, dan lain-lainnya. Adanya kemajemukan itu menuntut kepada setiap warga yang menjadi komponen bangsa untuk selalu menanamkan dan mengembangkan sikap saling menghormati, saling menghargai, dan saling mempercayai secara aktif dan positif.

Pengembangan prinsip persatuan secara harmonis dan dinamis itu tetap relevan di era reformasi sekarang ini. Kemerdekaan dan kebebasan yang dimiliki oleh seseorang atau suatu kelompok tidak boleh menjadi ancaman atau gangguan bagi seseorang atau kelompok yang lain. Kemajemukan yang ada harus mampu dikelola sedemikian rupa sehingga menjadi rahmat bagi bangsa, dan bukan sebaliknya, justru menjadi benih perpecahan dan disintegrasi.

Nilai persatuan juga telah terkandung di dalam sila ke tiga Pancasila, yang meliputi makna persatuan dalam arti ideologis, ekonomi, politik, sosial budaya, serta pertahanan dan keamanan. Nilai persatuan yang dikembangkan dari pengalaman sejarah bangsa dan yang didorong oleh keinginan luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas itu bertujuan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta mewujudkan ketertiban dunia. Perwujudan persatuan Indonesia ini adalah manifestasi dari faham kebangsaan yang memberi tempat bagi keberagaman budaya dan aspirasi.

Dan yang tidak boleh dilupakan adalah bahwa nilai persatuan itu harus senantiasa dijiwai oleh nilai-nilai kemanusiaan, yang menempatkan manusia pada kedudukan yang sesuai dengan harkat dan martabatnya, yakni manusia yang menyadari bahwa dirinya tidak akan dapat hidup sempurna tanpa keberadaan dan pertolongan orang lain, manusia yang menghargai keseimbangan antara kepentingan pribadi dan kepentingan masyarakat.

Sebagai sebuah ideologi terbuka, Pancasila membuka diri untuk selalu diadakannya perubahan dan penyempurnaan, sesuai dengan kehendak rakyat seiring dengan perkembangan zaman. Pada era reformasi sekarang, perubahan itu secara bertahap telah dilakukan oleh rakyat melalui para wakilnya di MPR, dengan melakukan amandemen terhadap UUD 1945, suatu hal yang amat tabu dilakukan pada era sebelumnya. Namun reformasi apa pun namanya tak akan ada manfaatnya jika anak bangsa ini menjadi carut-marut dan tercerai-berai.

Relevan dengan pentingnya pembinaan persatuan Indonesia ini GBHN 1999-2004 juga telah memberikan amanah kepada pemerintah agar meningkatkan pendidikan politik secara intensif dan komprehensif kepada masyarakat untuk mengembangkan budaya politik yang demokratis, menghormati keberagaman aspirasi, dan menjunjung tinggi supremasi hukum dan hak asasi manusia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, serta memasyarakatkan dan menerapkan prinsip persamaan dan anti-diskriminasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dan dalam hal mengembangkan budaya demokratis itu kita harus selalu waspada terhadap semangat dan faham dari komunisme dan liberalisme.

Akhirnya, nilai-nilai persatuan dan kemanusiaan itu dalam semangat, penghayatan dan pengamalannya haruslah dijiwai oleh nilai-nilai ketuhanan, yakni Ketuhanan Yang Maha Esa. Tuhan telah menciptakan manusia bersuku-suku dan berbangsa-bangsa adalah untuk saling mengenal, menghormati, dan saling menolong, dan bukannya saling menganiaya dan membunuh. Dalam suasana seperti sekarang ini, sepantasnya bila kita bersyukur dan kembali kepada ajaran Tuhan. Allah SWT telah berfirman: “Berpegang teguhlah kamu pada tali (agama) Allah dan janganlah kamu bercerai berai. Dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu bermusuh-musuhan, maka Allah menjinakkan antara hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara…” (QS Ali Imran 103).***


Suprapto Estede, Ketua STIE Cendekia Bojonegoro
dan dosen Kopertis Wilayah VII Jawa Timur.

Bojonegoro, 8 September 2000

Sebaik-baik Manusia .....

Sebaik-baik Manusia .....