Suprapto Estede

Suprapto Estede

Thursday, May 8, 2008

Pengawasan Masyarakat

Oleh: Suprapto Estede

Sejak otonomi daerah secara legal-formal mulai berjalan dengan keluarnya UU No. 22 dan 25 Tahun 1999, disamping telah muncul kekhawatiran karena kebijakan baru tersebut dipandang mengandung sejumlah kontroversi dan keterbatasan, sekaligus juga telah menerbitkan banyak harapan karena kebijakan tersebut dipandang dan diharapkan sebagai jalan baru untuk menciptakan sejumlah tatanan yang lebih baik, dalam suatu skema good governance, dengan segala prinsip dasarnya, terutama terdapatnya akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan dan adanya partisipasi rakyat.

Partisipasi rakyat amat penting, sebab tanpa keterlibatan rakyat maka kebijakan penguasa akan sangat jauh dari aspirasi, kepentingan, dan kebutuhan rakyat. Di samping itu, tiadanya partisipasi rakyat juga mengakibatkan kendornya pengawasan masyarakat (social control), sehingga banyak terjadi pengingkaran terhadap amanat rakyat dan munculnya berbagai penyalahgunaan kekuasaan. Oleh karena itu, konsep otonomi, bila hanya bermakna pembagian kekuasaan (sharing of power) di antara elite, tentunya tidak akan mampu menciptakan tatanan yang diharapkan. Di sinilah makna penting perlunya memberi harga pada partisipasi rakyat, termasuk prakarsa dan pengawasan masyarakat.



Mengenai pengawasan, khususnya pengawasan masyarakat, telah dengan jelas diatur di dalam Keppres No. 74 Tahun 2001 yang merupakan pelaksanaan dari ketentuan pasal 19 PP No. 20 Tahun 2001. Pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah proses kegiatan yang ditujukan untuk menjamin agar pemerintahan daerah berjalan sesuai dengan rencana dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengawasan tersebut terdiri atas pengawasan fungsional, pengawasan legislatif dan pengawasan masyarakat. Pengawasan fungsional dilakukan oleh Lembaga/Badan/Unit yang mempunyai tugas dan fungsi melakukan pengawasan melalui pemeriksaan, pengujian, pengusutan, dan penilaian. Pengawasan legislatif dilakukan oleh Dewan (DPRD) terhadap pemerintah daerah sesuai tugas, wewenang dan haknya. Sedangkan pengawasan masyarakat dilakukan langsung oleh masyarakat.

Urgensi masalah pengawasan masyarakat ini menjadi lebih nyata dengan adanya berita-berita di Radar Bojonegoro hari-hari terakhir ini mengenai temuan BPK yang mengindikasikan telah terjadinya berbagai penyimpangan bernilai miliaran rupiah dalam pelaksanaan APBD 2001 di lingkungan Pemerintah Kabupaten dan DPRD Bojonegoro. Sebab, dengan munculnya berita dan temuan penyimpangan tersebut, maka pengawasan fungsional yang seharusnya dilakukan oleh Bupati terhadap kegiatan Pemerintah Kabupaten melalui Badan/Lembaga Pengawas Daerah, menjadi dipertanyakan efektifitas dan kejujurannya. Demikian pula pengawasan legislatif, yang seharusnya dilakukan oleh Dewan atas pelaksanaan kebijakan Daerah melalui fraksi-fraksi, komisi-komisi, dan alat kelengkapan lain yang dibentuk sesuai dengan peraturan tata tertib Dewan, menjadi kehilangan arti, dan juga kehilangan kepercayaan dari rakyat yang diwakilinya, karena anggota Dewan yang seharusnya bersifat amanah dalam menyalurkan dan memperjuangkan aspirasi serta kepentingan rakyat, justru ikut berbasah-basah dalam kubangan kotoran penyimpangan.

Dan yang lebih memprihatinkan lagi adalah perilaku para anggota Dewan dalam mensikapi temuan BPK tersebut. Mereka bukannya menunjukkan sikap arif dan kesatria, tetapi malah terkesan berusaha mengalihkan masalah untuk menutupi kebopengannya yang sudah terlanjur terbuka. Mereka bukannya menyesali terjadinya penyimpangan itu, tetapi justru menyesali mengapa temuan BPK dan berita mengenai penyimpangan itu bisa beredar luas di masyarakat. Tampak jelas telah terjadi keterkejutan dan kepanikan di kalangan anggota Dewan. Sebagaimana ditulis oleh Hasan Anwar (Radar Bojonegoro, 1/5), antarmereka justru saling menyalahkan, bahkan berusaha saling menjatuhkan hanya untuk kepentingan menyelamatkan diri sendiri. Munculnya “makhluk aneh” bernama Gerttak (Gerakan Tigapuluh Tiga Anti Konflik) yang tidak jelas jluntrungnya itu juga semakin membuktikan adanya kepanikan tersebut.

Jika demikian halnya, maka satu-satunya pengawasan yang diharapkan masih dapat berjalan jujur dan bersih tinggallah pengawasan masyarakat. Pengawasan masyarakat tersebut dilakukan terhadap penyelenggaraan pemerintahan Kabupaten dan meliputi seluruh kewenangan Daerah berdasarkan asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Anggota masyarakat dapat melakukan pengawasan secara perorangan, kelompok maupun organisasi masyarakat. Sedangkan tatacara pengawasan masyarakat tersebut adalah melalui pemberian informasi adanya indikasi terjadinya korupsi, kolusi, dan nepotisme di lingkungan Pemerintah Daerah maupun DPRD; serta dengan penyampaian pendapat dan saran mengenai perbaikan dan penyempurnaan, baik preventif maupun represif, atas masalah yang disampaikan.

Pengawasan masyarakat tersebut disampaikan kepada pejabat yang berwenang dan atau instansi yang terkait. Dalam hal ini Bupati dan Pimpinan Dewan tidak boleh menolak pengawasan dan harus melaksanakan tindak lanjut hasil pelaksanaan pengawasan. Dan masyarakat yang melakukan pengawasan berhak untuk memperoleh informasi perkembangan penyelesaian masalah yang diadukan.

Masyarakat juga dapat mendorong dan mengoreksi agar para wakilnya yang duduk di badan legislatif dapat menunaikan tugas kewajibannya dengan baik dan lurus serta selalu memberi support agar para wakil rakyat tersebut memiliki kemauan dan keberanian untuk bersikap tegas dan jujur dalam menjalankan tugasnya, terutama kemauan untuk melakukan introspeksi dan keberanian untuk menilai secara obyektif hasil kinerja Bupati selaku pimpinan badan eksekutif Daerah.

Akhirnya, agar dapat memperoleh hasil pengawasan yang berkesinambungan, maka pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah harus dilaksanakan secara terus menerus, sekaligus untuk menjamin kemungkinan tindakan koreksi yang cepat dan tepat terhadap penyimpangan dan penyelewengan yang ditemukan dalam upaya mencegah berlanjutnya kesalahan dan atau penyimpangan, serta untuk menumbuhkan motivasi, memperbaiki, mengurangi dan atau meniadakan penyimpangan. Dan dalam hal ini warga masyarakat dituntut agar memiliki kepedulian terhadap daerah dan masa depannya, sebab kalau tidak demikian maka jangan menyesal jika suatu saat daerahnya akan menjelma menjadi sebuah kerajaan Bethara-Kala! Na’udzu billah min dzalik.

Suprapto Estede,
adalah dosen STIE Cendekia Bojonegoro

Sumber: Radar Bojonegoro, Selasa 7 Mei 2002, Halaman 22.

Sebaik-baik Manusia .....

Sebaik-baik Manusia .....